Baleg Nilai Bahasa Isyarat Tidak Bisa Dipatenkan
Anggota Badan Legislasi DPR RI, Didi Irawadi Syamsudin menilai bahwa bahasa isyarat merupakan hak paten bagi penyandang disabilitas dalam berkomunikasi tidak bisa dipatenkan atau didaftarkan sebagai hak milik seseorang.
“Saya pikir itu tidak bisa sembarangan orang, kebetulan saya praktisi di bidang Hak Kekayaan Intelectual. Jadi karena ini menyangkut kepentingan masyarakat, kepentingan umum itu tidak bisa dipatenkan karena sudah domain publik,” tegas Didi saat Rapat Baleg dengan Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia dipimpin Wakil Ketua Baleg, Ahmad Dimyati Natakusumah, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (27/1)
Ditegaskan Didi, jika ada pihak-pihak yang mencoba mematenkan atau mendaftarkan sebagai hak mereka, kami dari Fraksi Demokrat siap paling depan membela penyandang disabilitas.
Karena hak ini sudah ada sejak lama, kata Didi. mulai dari adanya huruf braile. Bukan saja merupakan publik domain tapi juga tidak bisa didaftarkan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan ini untuk bisnis.
“Jika kita bicara mengenai paten, bicara merek itu adalah dalam konteks bisnis. Sementara ini adalah sesuatu hal untuk menolong orang, membantu kehidupan sosial seseorang, jadi tidak boleh didaftarkan,” tegasnya.
“Jadi kepada para penyandang disabilitas, jangan khawatir kami akan di depan untuk membela,” tambahnya.
Kemudian terkait Perubahan UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Didi berharap seluruh fraksi yang ada di Baleg mendukung secepatnya untuk bisa dituntaskan dalam periode ini bisa selesai.
Pasalnya, penyandang disabilitas harus punya hak yang equal dengan pihak lain. Bukan karena belas kasihan. Disi sepakat, setiap warga negara di negeri ini sama equal di dalam kehidupannya, di bidang hukum, di bidang sosial dan lain sebagainya.
Dalam rapat yang membahas perubahan UU tentang Penyandang Cacat, Didi menegaskan, bahwa sebelum jauh sebelum Persatuan Penyandang Disabilitas hadir di sini kami juga melihat didalam kehidupan nyata di lapangan di negeri ini kerap penyandang disabilitas ini kurang mendapatkan hak yang memadai, mulai dari hal-hal sepele, misalnya dengan seenaknya orang tempat parkirnya saja kalau di mall orang bisa masuk di sana, tempat-tempat lainnya seperti toilet ini tidak boleh lagi.
Jika ada pelanggaran, dirinya sepakat didalam Undang-Undang ini, barang siapa orang melanggar ini ada sanksinya. Karena walau bagaimanapun ini jumlah yang besar dan bukan karena kepentingan pemilu. Jauh sebelum pemilu ini perlu mendapatkan hak yang sama dengan kami semua warga negara yang normal.
“Saya pikir hari ini adalah hal yang menarik, mudah-mudahan menjadi sejarah bagi kita, bagi kalangan disabilitas untuk ke depan mendapatkan kehidupan yang lebih baik,’ imbuhnya. (sc), foto : hr/parle/naefurodjie*